Shiny Object Syndrome: Antara Rasa Ingin Tahu dan Tantangan Menyelesaikan
Bayangkan seorang mahasiswa tingkat akhir bernama Raka. Ia baru saja memutuskan topik tesis: “Penerapan Autoencoder untuk Deteksi Anomali dalam Pemantauan Keamanan Data Awan.” Topik itu lahir dari ketertarikannya pada isu keamanan cloud yang sedang naik daun.
Pada minggu pertama, Raka penuh semangat. Ia mengunduh puluhan jurnal, membuka Google Scholar, dan mencatat ide-ide tentang bagaimana autoencoder bisa digunakan dalam mendeteksi serangan siber. “Ini akan jadi penelitian yang keren,” pikirnya.
Namun, semangat itu tidak berlangsung lama.
Episode Distraksi: Ketika Ide Baru Terlihat Lebih Menggiurkan
Saat sedang mencari literatur, ia menemukan artikel menarik tentang blockchain security. “Wah, blockchain lebih kekinian daripada autoencoder. Kalau aku ganti topik, mungkin lebih banyak orang yang tertarik,” gumamnya. Ia pun menghabiskan beberapa hari membaca teori tentang konsensus dan smart contract.
Belum selesai dengan blockchain, muncul lagi tren lain: federated learning. Raka membaca bahwa metode ini sangat menjanjikan untuk privasi data. “Ah, mungkin tesis tentang federated learning lebih bergengsi,” pikirnya lagi.
Hasilnya?
Dalam sebulan, ia memiliki tiga folder berbeda di laptopnya: Autoencoder, Blockchain, dan Federated Learning. Tapi, tidak satu pun yang betul-betul ia kerjakan sampai tuntas.
Analisis: Gejala Shiny Object Syndrome
Apa yang dialami Raka adalah contoh nyata dari Shiny Object Syndrome (SOS). Fenomena ini muncul ketika seseorang mudah tergoda dengan ide, tren, atau proyek baru, meski pekerjaan lamanya belum selesai.
Beberapa faktor yang memicu:
-
Informasi Berlimpah – Di era digital, setiap hari kita disuguhi artikel, riset, atau tren baru yang tampak lebih “seksi” dibanding pekerjaan yang sudah ada.
-
FOMO (Fear of Missing Out) – Takut ketinggalan teknologi baru membuat seseorang tergesa-gesa pindah fokus.
-
Dopamin Instan – Ide baru memberi rasa senang sesaat, seolah-olah sudah membuat kemajuan, padahal hanya menunda penyelesaian.
-
Kurangnya Roadmap – Tanpa rencana yang jelas, seseorang lebih mudah “tergoda” untuk berganti arah.
Dampak yang Terjadi
Shiny Object Syndrome tidak hanya membuang waktu, tetapi juga membuat seseorang kehilangan konsistensi. Dalam kasus Raka, beberapa hal terlihat jelas:
-
Energi Terkuras: Ia sibuk mencari bacaan baru, tapi tidak ada hasil nyata.
-
Progres Mandek: Tesis tidak bergerak maju, justru semakin kabur arahnya.
-
Stress Meningkat: Semakin banyak pilihan, semakin sulit untuk memilih dan fokus.
Ironisnya, banyak peneliti, mahasiswa, bahkan pengusaha mengalami hal serupa. Mereka sibuk “mulai”, tetapi jarang “menyelesaikan”.
Titik Balik: Menemukan Cara untuk Fokus
Suatu hari, dosen pembimbing Raka bertanya:
“Kalau kamu terus mengejar tren baru, kapan penelitianmu selesai? Ingat, tujuanmu bukan mengikuti semua hal yang ada, tapi menuntaskan satu penelitian dengan baik.”
Kata-kata itu menjadi wake-up call bagi Raka. Ia pun mulai mengubah pendekatannya:
-
Menentukan Tujuan Besar
Ia kembali ke niat awal: menyelesaikan tesis tentang autoencoder untuk deteksi anomali. Itu cukup spesifik, relevan, dan realistis dengan waktu yang ada. -
Membuat “Parking Lot” untuk Ide Baru
Setiap kali ada ide menarik, ia menuliskannya di satu dokumen khusus berjudul “Future Research.” Dengan begitu, ia tidak merasa kehilangan, tapi juga tidak mengganggu fokus saat ini. -
Membagi Tugas Menjadi Milestone
-
Minggu 1–2: Kaji literatur inti autoencoder.
-
Minggu 3–4: Buat model sederhana.
-
Minggu 5–6: Uji dataset dan tulis laporan awal.
-
-
Menerapkan Deep Work
Ia mulai menjadwalkan 2 jam per hari tanpa distraksi, khusus untuk coding dan membaca literatur inti. Notifikasi dimatikan, media sosial dijauhkan. -
Evaluasi Mingguan
Setiap Minggu, Raka menuliskan progres kecil: apa yang sudah dicapai, apa yang masih perlu dikejar. Dengan cara ini, ia merasa punya arah.
Hasil yang Berbeda
Dalam tiga bulan, perubahan itu membawa hasil nyata.
Folder yang tadinya berantakan kini rapi: ia hanya membuka folder Autoencoder. Draft tesis mulai terbentuk, model sederhana berjalan, dan ia bisa membuktikan bahwa autoencoder efektif untuk mendeteksi anomali data cloud.
Ide tentang blockchain dan federated learning tetap tersimpan—siap untuk penelitian selanjutnya. Tapi kali ini, ia tidak lagi terjebak pada euforia awal.
Refleksi: Antara Ide Baru dan Konsistensi
Kisah Raka memberi pelajaran penting: Shiny Object Syndrome bukan berarti seseorang malas atau tidak berbakat, justru biasanya terjadi pada orang yang penuh ide dan rasa ingin tahu. Namun, tanpa kendali, rasa ingin tahu itu berubah jadi jebakan yang menghalangi penyelesaian.
Kuncinya adalah menyeimbangkan antara keterbukaan terhadap ide baru dan komitmen menyelesaikan pekerjaan lama.
-
Ide baru = bahan bakar masa depan.
-
Konsistensi = kendaraan yang membawa kita sampai tujuan.
Kesimpulan
Shiny Object Syndrome adalah fenomena umum, terutama di kalangan peneliti, mahasiswa, dan entrepreneur. Godaan ide baru memang tak ada habisnya, tapi menyelesaikan satu hal hingga tuntas jauh lebih berharga daripada memulai banyak hal tanpa hasil.
Dengan menetapkan tujuan yang jelas, menaruh ide baru di “parking lot”, membuat milestone kecil, serta disiplin menjalani rutinitas fokus, kita bisa mengendalikan rasa penasaran tanpa kehilangan produktivitas.
Seperti Raka, kita bisa tetap terbuka pada tren baru, tapi memilih untuk menuntaskan apa yang sudah dimulai—hingga benar-benar selesai.
0 Comments